Renungan Pagi 14 Oktober 2019

GB.62 : 1 – Berdoa

Markus 7 : 1 – 8
…Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. (ay.6)

Perdebatan sering muncul mempersoalkan dua hal yang dianggap bertentangan, yaitu hal-hal teknis atau hal-hal substantial. Termasuk soal antara adat dan Injil. Apakah keduanya harus ditempatkan saling bertentangan? Keduanya sesungguhnya menyatu dalam satu kemasan. Taat kepada perintah Allah mendorong seseorang untuk mengasihi sesama lewat menghormati adat istiadat yang diwariskan.

Cerita dibalik percakapan antara serombongan orang Farisi dan beberapa ahli Taurat dengan Yesus juga memperlihatkan ketegangan antara adat istiadat dan perintah Allah. Orang Farisi dan ahli Taurat mewakili para penjaga adat istiadat nenek moyang agar tidak dilupakan dan dipelihara dengan melaksanakannya. Bagi mereka yang penting adalah penampakan lahiriah dan terlihat dalam penilaian Allah. Tetapi apakah berarti Yesus tidak menghormati lagi adat istiadat nenek moyang? Tidak!

Dalam bacaan ini Yesus mengajak orang Farisi dan ahli Taurat untuk menjadi orang-orang yang “utuh” dan tidak terpecah. Caranya adalah dengan tidak mempertentangkan antara melakukan kewajiban adat istiadat secara lahiriah (mencuci tangan, mencuci perkakas dll.) dengan menjadikannya sebagai sarana menghormati Allah dan harkat-martabat manusia. Jika tidak, mereka hanya pandai berkata-kata dan tidak melahirkan tindakan konkret, sebaliknya hanya berbuat saja tanpa ada waktu berefleksi atau kontemplasi, hanya memperlihatkan kemunafikan. Lebih jauh Yesus ingin mengatakan bahwa setiap orang hendaknya satu dalam kata dan perbuatan. Karena dengan kata dan perbuatan orang memuliakan Allah.

GB.62 : 4,5

Doa : (Ajarlah kami untuk satu dalam kata dan perbuatan yang memuliakan nama-Mu)