Renungan pagi, 19 September 2020

KJ 54a : 1, 3 – Berdoa

Amsal 17 : 21 – 26
“Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang” (ay.22)

Psikolog Nelly Hursepunny, M. Psi. mengatakan bahwa untuk menjadi pendamping penderita kanker, orang harus memiliki kemampuan untuk memahami perasaan yang dihadapi oleh pasien. Pendamping pasien harus menjadi seorang pendengar yang bak, memiliki rasa empati yang dalam dan memliki teknik berkomunikasi yang tepat dan benar. Karena umunya pasien kanker akan mengalami kelelahan, rasa sakit, stress, gelisah, sedih bahkan depresi.
Beberapa kali saya menjumpai penderita penyakit knaker dan menyaksikan respon mereka yang berbeda-beda. Namun Ibu Syanne adalah seorang ibu uang begitu tabah menghadapi apa yang digumulinya. Kehadiran saya selalu disambut dengan senyum dan wajahnya selalu berseri-seri. Saya begitu hati-hati untuk berbicara dengan ibu Syanne sebab memikirkan anjuran ahli psikologi tentang persaan penderita. Tetapi luar biasa iman percaya ibu ini. Dalam mulutya keluar firman, “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang”. Ibu Syanne bukan saja menghapal nats Alkirab dari Amsal 17 : 22 ini, tetapi juga mengaminkannya. Sekalipun beliau telah dipanggil Tuhan, bayang-bayang senyum pengharapannya saya kenang, untuk menguatkan para penderita lainnya yang berjuang melawan kanker.
Ya benar, hati yang gembira adalah obat. Dari sana terpancar kekuatan untuk memerangi penderitaan. Hati yang gembira berarti bersukaciya di dalam Tuhan. Seperti halnya obat membawa kebaikan bagi tubuh manusia supaya sehat dan kuat, demikian hati yang gembira memberikan kekuatan dan kelegaan dalam menghadapi badai kehidupan apapun itu. Mari jalani hidup dengan bersukacita dan bersyukur serta biaskan hati yang gembira, agar orang lain ikut bersukacita dan memuliakan Tuhan kapan dan di mana saja.

KJ 54 : 4

Doa : (Tuhan Yesus, anugerahkan hati yang gembira dalam hidup dan kesaksian kami)