Minggu I Sesudah Epifani
Renungan Pagi, 16 Januari 2021

♪KJ.62 : 1,2,3,4 – Berdoa

Mazmur 104 : 31 – 32
Biarlah kemuliaan TUHAN tetap untuk selama-lamanya, biarlah Tuhan bersukacita karena perbuatan-perbuatan-Nya (ay.31)

Richard Dawkins menuliskan, bahwa mereka yang percaya Tuhan adalah orang-orang delusif. Banyak orang beragama merasa nyaman dan kokoh bertuhan, meski ateisme merebak. Bahkan, mereka mengambil posisi membela agama, atau lazim dikenal sebagai apologet dengan menyerang para ateis.

Para apologet tersebut maupun banyak orang Kristen lupa, bahwa ateisme terdiri dari dua bagian: diskursif dan praktis. Ateisme diskursif menolak kehadiran Tuhan di dalam ranah pengetahuan. Sedangkan ateisme praktis bercerita tentang ketiadaan Tuhan di dalam praktik sehari-hari.

Ateisme menjadi konteks untuk merenungkan Firman Tuhan pagi ini. Bagaimana kemuliaan Tuhan dapat dirasakan, apabila dalam praktik sehari hari tidak terlihat? Ateisme praktis adalah musuh sejati dari Kristianitas yang memerlukan perhatian serius. Sebaliknya, ateisme diskursif tidak perlu diberi perhatian berlebihan. Ateisme diskursif hanya dapat dikalahkan dengan menunjukan kemuliaan Tuhan melalui hal-hal praktis. Misalnya: konsisten mengasihi sesama, seperti menampung homeless, memberi makan yang kelaparan, tidak mendukung perang dan menolak melakukan hate speech.

Ateisme praktis lebih sulit dikalahkan. Karena itu, ia perlu totalitas dan komitmen tinggi dalam berbagi dengan sesama, memberi telinga kepada mereka yang tidak didengar, puasa ngoceh, agar suara orang lain didengarkan, dan tergerak untuk menghentikan ecocide. Dengan melakukan hal-hal tersebut, kerusakan alam dapat dipulihkan. Alam kembali menjadi tempat untuk kita melihat kemuliaan Tuhan. Sama seperti itu, kemuliaan Tuhan pun dapat dirasakan oleh banyak orang melalui tindakan-tindakan di atas, di mana kita terlibat di dalamnya.

♪KJ.62 : 5,6,7

Doa : (Bapa yang baik, mohon jadikan diriku sebagai pribadi yang memancarkan kemuliaan-Mu di sepanjang hari ini)