Renungan Malam 29 Juni 2019
GB.115 : 1 – Berdoa
Hakim-hakim 11 : 1 – 11
… Tetapi Yefta membawa seluruh perkaranya itu kehadapan TUHAN, di Mizpa (ay.11)
Tidak ada seorangpun mau diperlakukan tidak adil, ditimpakan kejahatan. Lebih daripada itu sangat jarang jika menemukan seseorang yang kemudian bersedia melakukan kebaik kepada mereka yang telah mencelakakannya. Sangat sedikit orang seperti itu. Salah satu di antaranya kita menemukan tokoh Yefta yang kemudian di kenal sebagai pemimpin di Gilead dan dikategorikan sebagai hakim.
Ayah Yefta bernama Gilead. Ibunya adalah seorang perempuan sundal. Ketika saudara-saudara lelaki Yefta (dari istri Gilead) lahir dan menjadi dewasa, mereka mengucilkan Yefta karena status kelahirannya sebagai anak haram (ay.2). Yefta mendapatkan perlakuan yang tidak adil, kejahatan dirancangkan mereka untuknya. Tidak heran kemudian ia melarikan diri di tanah Tob dan bergabung dengan para perampok (ay.3). Kisah Yefta tidak berakhir di sini, ia kemudian justru diminta untuk pulang. Satu bangsanya memerlukannya. Keperkasaannya dibutuhkan mereka untuk menjadi pemimpin ketika melawan suku Amon (ay.4-8).
Moment seperti ini adalah kesempatan bagus bagi Yefta untuk membalas kejahatan mereka. Ia bisa saja menolak dan mengabaikan permintaan mereka meminta tolong. Ia bahkan bisa menolak iming-iming mereka untuk menjadikan ia sebagai pemimpin. Tetapi tidak demikian yang dilakukan Yefta. Ia bersedia datang dan membantu. Apakah Yefta melakukan dengan tulus? Jawabannya YA. Hal ini terbukti pada ayat 11 ketika ia melibatkan Tuhan pada kondisi dan perkara yang sedang ia alami saat itu.
Tidak mudah memang membalas kejahatan dengan kebaikan. Sakit yang dialami oleh perlakuan tidak adil oleh orang lain, menuntut jeritan hati untuk membalas keburukan mereka. Namun, kita dipanggil untuk menjadi berkat. Ya, pembalasan adalah hal Tuhan (Rm. 12:19). Tugas kita adalah tetap mengerjakan kebaikan, tetaplah menabur cinta, apapun yang kita alami.
GB.115 : 2
Doa : (Tuhan, mampukan kami mengerjakan kebenaran-Mu)