Renungan Pagi 06 Agustus 2019

KJ.58 : 1 – Berdoa

Ayub 5 : 17 – 27
Sesungguhnya berbahagialah manusia yang ditegur Allah. Sebab itu janganlah engkau menolak didikan yang Mahakuasa (ay.17)

Hidup adalah proses, dimana kita dibentuk oleh Tuhan. Ayub yang berasal dari kelas atas, dibentuk oleh Tuhan lewat penderitaannya. Sekalipun Ayub kemudian mendapatkan dua kali lipat dari semua yang dimilikinya sebelum penderitaannya, namun pengalaman penderitaan itu pasti membuat Ayub lebih peka terhadap kehendak Tuhan. Nyatanya memang harta dan kekayaan bukanlah hidup itu sendiri. Ayub makin matang dalam memaknai kehidupan. Setelah melewati penderitaan dan kemudian dipulihkan keadaannya oleh Tuhan (42 : 10 dst).

Kehidupan di era milenial ini makin materialistik dan individualistik. Orang dinilai dari banyaknya harta yang dia miliki. Sebab dengan harta orang bisa melakukan apa saja. Orang juga makin individualistik dan mengabaikan sesamanya. Bahkan kalaupun sesamanya menjadi korban sifat egoisnya dia menganggap itu risiko kompetisi dalam hidup. Kalau mengalami problem kehidupan maka orang yang materialistik dan individualistik, akan melakukan hal yang sama yakni menyalahkan dan menuding orang lain. Dia menyampingkan Tuhan; dan karena itu tidak pernah mau belajar bahwa Tuhan justru membentuk manusia lewat peristiwa-peristiwa kehidupan. Baik itu dalam bentuk sukses dan kesenangan, maupun dalam bentuk kegagalan dan keprihatinan.

Dengan mengikut-sertakan Tuhan dalam kehidupan keseharian kita, maka kita akan mengerti bahwa Tuhan membentuk kita melalui pengalaman-pengalaman kehidupan. Karena itu setiap pergumulan harus dilihat sebagai teguran dari Tuhan, agar kita makin mendekatkan diri kepada Tuhan. Melalui teguran itu berarti Tuhan masih tetap mau mendidik dan membentuk kita. Dalam hal ini yang paling penting adalah kita perlu menyadari bahwa teguran Tuhan itu berarti kita masih diperhatikan oleh Tuhan. Bahwa kita masih diperhatikan Tuhan, ini cukup menjadi modal untuk melangkah memasuki masa depan.

KJ. 58 : 4

Doa : (Terimakasih Bapa, Engkau selalu bersedia memperhatikan diri-ku tanpa pernah alpa)