Renungan Pagi 29 September 2019
KJ.433 : 1,2 – berdoa
Yakobus 5 : 1 – 4
Sesungguhnya telah terdengar teriakan besar, karena upah…(ay.4)
Membaca perikop ini, saya teringat akan Pengakuan Accra (Pengakuan Gereja-gereja anggota WCRC) tentang globalisasi ekonomi neoliberal. Pengakuan ini kritis pada ekonomi mengorbankan rakyat miskin, eskploitasi alam, dan kepemilikan pribadi yang menghilangkan kewajiban moral-etis. Lemahnya perlindungan orang miskin, telah membuat orang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.
Mengapa terkesan bahwa orang kaya itu selalu tidak benar? Atau mengapa yang kaya dianggap berdosa? Yakobus pasal 5 dengan tegas mengatakan bahwa ada beberapa kesalahan orang kaya. Kesalahannya adalah: mengumpulkan harta pada hari-hari terakhir karena selalu kuatir (ay.3), menahan upah buruh (ay.4), hidup berfoya-foya (ay.5), menghukum dan membunuh orang benar (ay.6). Akibat dari dosa tersebut adalah kesengsaraan kepada orang-orang kaya (ay.1) dan kehancuran kekayaan mereka (ay.2-3).
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk pekerja (Latin: homo faber). Kerja atau pekerjaan adalah anugerah Allah. Tujuan pekerjaan adalah agar manusia beroleh kecukupan dan keuntungan bagi hidup. Secara teologis, dasar bagi manusia bekerja adalah kepercayaan bahwa Allah terus bekerja (Latin: creatio continua) hingga hari ini untuk mendatangkan damai sejahtera kepada manusia dan dunia ini.
Bekerja keras agar menjadi kaya tidaklah salah, namun yang perlu diingat agar dalam bekerja kita punya misi menghadirkan damai sejahtera. Adalah salah dan berdosa, seperti Yakobus dan pengakuan Accra katakan, bila kita bekerja hanya mencari untung bagi diri sendiri dan curang dengan menindas yang miskin. Dengan kerja keras keuntungan di dapat, tetapi hendaknya keuntungan itu punya sisi belarasa kepada sesama.
KJ.433 : 3
Doa : (Ya Kristus, terimakasih atas pekerjaanku dan biarlah menjadi berkat bagi sesama)