Renungan pagi, 5 September 2020
KJ 457: 1 – Berdoa
Kidung Agung 8: 5-7
“…nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api Tuhan!” (ay 6c)
Beberapa wilayah di Indonesia sering terjadi kebakaran hutan. Kebakaran ini menimbulkan kerugian bagi musnahnya hutan tempat hidup beraneka ragam hayati. Asap akibat kebakaran juga memenuhi ruang udara di sekitar areal kebakaran yang berdampak buruk bagi pernafasan manusia. Kebakaran ini seringkali sulit dikendalikan, sehingga berlangsung lama sampai berbulan-bulan dan menimbulkan kerugian sangat besar bagi masyarakat yang terdampak.
Penulis Kidung Agung menggambarkan kegairahan bagai nyala api, bahkan seperti nyala api Tuhan. Jika sebuah nyala api cinta diumpamakan sebagai nyala api Tuhan, maka cinta tersebut harus terkendali, tidak bebas lepas atau tidak terarah. Bukankah Tuhan Allah menciptakan dunia dan segala isinya dengan hikmat dan kasih-Nya? Hikmat dan kasih Tuhan telah menciptakan chaos atau kacau balau menjadi teratur dan tertib (Kej 1: 1). Hal itu termasuk untuk nyala api cinta. Cinta yang membara perlu keteraturan atau patut dikedalikan agar mendatangkan bahagia dan bukan kehancuran atau kacau balau dalam kehidupan pribadi dan masyarakat.
Contoh kebakaran hutan yang sulit dikendalikan mengakibatkan kerugian yang memperburuk kehidupan manusia dan lingkungan. Tidak mudah untuk menghijaukan hutan dan menormalkan wilayah yang terbakar menjadi seperti semula. Demikian juga dengan cinta yang membara harus dikendalikan, jika tidak akan muncul kepanikan, amarah, dendam, kebencian dan perpecahan. Cinta adalah anugerah Tuhan bagi manusia (Yoh 3: 16). Jadi mintalah kepada Tuhan supaya diberi hikmat untuk memahami makna cinta atau asmara, dengan menghormati dan mengasihi setiap orang sebagai sesama manusia. Cinta atau asmara yang mampu dikendalikan tersebut akan menciptakan kebahagiaan pada setiap pribadi dalam keluarga.
KJ 457: 4
Doa: Allah Bapa di sorga, kami bersyukur atas cinta yang Engkau anugerahkan dan memohon hikmat agar mampu mencintai dengan baik dan terkendali.