Renungan pagi, 12 September 2020
KJ 294: 1, 2 – Berdoa
Amsal 4: 20-22
“Hai anakku, perhatikanlah perkataanku, arahkanlah telingamu kepada ucapanku.” (ay 20)
Apa hubungannya perkataan orang tua dengan kesembuhan anak? Dalam konteks masyarakat Indonesia yang masih asli, bukankah hal ini akan membuat kita lebih mempercayai pengobatan alternative (takhayul) daripada medis? Orang tua yang dihadirkan Amsal merupakan produk pendidikan iman Israel yang bersumber pada hikmat Alllah. Jadi, perkataan orang tua bukanlah sesuatu yang besifat takhayul atau mistis melainkan etika hidup berdasarkan iman kepada Allah Israel.
Ada hal-hal yang menurut anak merupakan masalah pelik sedangkan bagi orang tua, itu soal biasa, umum dan wajar. Perbedaan pandangan ini terjadi karena orang tua sudah terlebih dahulu melewati masalah-masalah sejenis. Untuk penyakit-penyakit yang menurut anak merupakan hal yang baru, aneh atau mengkhawatirkan, orang tua pada umumnya tahu apa yang harus diperbuat, baik melakukan pertolongan pertama ataupun dengan mengubah cara berpikir dan perilaku yang mengakibatkan gangguan kesehatan. Dalam hal-hal seperti inilah, orang tua dapat dengan sangat yakin mengatakan kepada anak bahwa perkataan atau ucapannya adalah kehidupan bagi yang mendengar dan kesembuhan bagi yang sakit.
Masalahnya sekarang adalah bagaimana meyakinkan anak bahwa perkataan dan ucapan kita adalah yang mereka butuhkan dalam menghadapi hidup beserta segala “penyakitnya”? Pepatah Bugis mengatakan, “Biar banyak pendayungnya tetapi bodoh jurumudinya.” Artinya, nasihat orang tua adalah salah satu dari sekian banyak hal yang dapat menghantar anak kepada keberhasilan, tetapi yang paling menentukan adalah teladan (kecapakan dan rasa tanggung jawab) orang tua itu sendiri. Teladan orang tua adalah gambaran yang harus selalu ada pada pandangan mata anak dan pengalaman yang mendidik harus selalu tersimpan dalam benaknya.
KJ 294: 3, 4 dan 5
Doa: Ya Tuhan, kiranya perkataan kami menuntun orang lain kepada hidup, juga menyembuhkan banyak hati dan jiwa terluka.