Minggu II Sesudah Epifani
Renungan Malam, 21 Januari 2021

♪KJ. 150 : 1,3 – Berdoa

Yohanes 9 : 1-7
Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia (ay.3)

Dahulu, ada stigma populer di Jawa Timur, bahwa anak yang menyandang disabilitas mental, intelektual atau fisikal diklaim sebagai “tumbal pesugihan” (tumbal kekayaan) yang dikorban-kan orang tuanya dengan berdoa di Gunung Kawi. Banyak orang menderita, karena stigma seperti “orang suku X pasti pemabuk”, “anak haram”, “bapak-ibu pintar, anaknya kok bodoh!?”, “orang miskin pasti malas”, dll..

Jawaban Yesus atas pertanyaan para murid mengugurkan stigma dan klaim tentang keberdosaan yang melahirkan trauma dan luka (ay. Hukum Taurat tentang dosa turunan, doktrin ketahiran dan kuasa kaum religius secara sosial juga spiritual berdampak pada peminggiran orang sakit maupun penyandang disabilitas. Karena diklaim sebagai pendosa atau pewaris dosa, mereka menanggung konsekuensi dijauhkan dari ruang sosial dan ruang ibadah. Yesus berpihak pada kaum pinggiran ini (ay. 3). Dia menggunakan tanah (simbol penciptaan manusia) dan air kolam Siloam (simbol penyucian/pemulihan) untuk menegaskan, bahwa karya kontroversial-Nya di hari Sabat itu dikerjakan oleh Sang Hidup yang membebaskan. Kristus tidak hanya melawan stigma dan tradisi yang memberangus martabat dan kemanusia-an. Karya transformatif Nya adalah mengembalikan sang korban ke dalam masyarakat dan mengubahnya menjadi agen misional.

Saudara terkasih, stigma yang menghancurkan masa depan orang harus kita lawan dan tinggalkan. Para perawat stigma menjadi pribadi yang eksklusif, intoleran, tak peka dan tidak empatik. Tugas kita adalah membongkar stigma dan memulihkan martabat mereka yang selama ini dijauhkan dari persekutuan juga masyarakat. Berdayakanlah mereka kembali, sehingga kita melakukan apa yang Yesus katakan, “pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia” (ay. 3).

♪KJ. 150 : 4

Doa : (Tuhan Yesus, mohon mampukan kami melawan stigma yang meminggirkan kaum disabilitas demi memulihkan martabat mereka)