Minggu II Prapaskah
Renungan Pagi, 27 Maret 2021

♪GB.282 : 1 – Berdoa

Matius 23 : 29 – 36
Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular beludak …. (ay.33)

Ada dua kata yang yang bermuara pada arti yang sama yaitu banyak akal namun dibedakan pada efek positif dan negatif. Kata tersebut adalah cerdik dan licik. Cerdik memiliki arti panjang akal atau pandai mencari pemecahan sementara licik berarti banyak akal yang buruk atau pandai menipu, culas, curang dan sebagainya (KBBI). Pengertian licik itu yang dimaksud Yesus ketika Ia menyebut ahli Taurat dan orang-orang Farisi sebagai keturunan ular beludak (ay.33). Yohanes Pembaptis juga menegur ahli Taurat dan orang-orang Farisi dengan sebutan keturunan ular beludak (Mat. 3:7).

Ular beludak adalah ular yang sangat cantik, ukurannya tidak terlalu besar, panjangnya + 50 cm, warnanya gabungan hitam dan kuning keemasan. Sekalipun cantik namun racun/bisa ular beludak sangat ganas dan mematikan. Jika terkena racun/bisa ular beludak, seseorang hanya mampu bertahan selama 8 menit. Ketika Yesus memberikan sebutan ini kepada ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya hendak mengatakan bahwa mereka berjubah kesalehan namun sesungguhnya mereka begitu licik dan mematikan. Mereka adalah orang munafik, pandai menipu dan berdusta yang menuntun orang lain pada jalan sesat.

Pada bagian ini Yesus menelanjangi isi hati ahli Taurat dan orang-orang Farisi, yang hendak mengelabui orang banyak dengan praktek ritual keagamaan mereka. Tindakan mereka membangun makam para nabi dan memperindah tugu-tugu orang saleh, hanya bertujuan untuk menyatakan bahwa diri mereka jauh lebih baik dari nenek moyang mereka (ay.29-32). Namun sesungguhnya mereka tidak lebih baik dari nenek moyang mereka, yang menganiaya para nabi utusan Allah. Terbukti bahwa mereka pun menolak kehadiran Yesus, sebagai kehadiran Allah sendiri dalam kehidupan mereka.

Suatu nasihat berarti bagi para murid dan orang banyak yang mendengar pengajaran Yesus saat itu : agar mereka tidak meniru perilaku dan praktik ritual keagamaan yang dilakukan oleh ahli Taurat dan orang Farisi. Sebab sesungguhnya peribadahan yang dilakukan hendaknya mengekspresikan bakti seseorang kepada Allah yang di sembah, bukan untuk mengejar pujian dan pembelaan bagi diri sendiri. Nasihat bagi kita juga agar beribadah dalam kebenaran, bukan dalam kemunafikan dan kelicikan.

♪GB. 282 : 2

Doa : (Ya Tuhan, ubahlah motivasi ibadah kami, jika tidak sesuai dengan perintah dan ketetapan-Mu agar ibadah kami berkenan kepada-Mu)