Minggu XVIII Ses. Pentakosta
Renungan Pagi, 28 September 2021

♪KJ.16 : 1,4 – Berdoa

Ulangan 19:14
Janganlah menggeser batas tanah sesamamu yang telah ditetapkan oleh orang-orang dahulu di dalam milik pusaka yang akan kaumiliki di negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk menjadi milikmu (ay. 14)

Setiap suku atau setiap keluarga dan bahkan setiap orang Israel sudah diberikan bagian tanah masing-masing, lalu mengapa harus menggeser batas tanah orang lain? Menggeser batas tanah orang lain berarti memperluas bagiannya sendiri sambil mengecilkan atau mengurangi bagian orang lain. Tanpa menampik bahwa sengketa tanah masih merupakan persoalan yang nyata terjadi di kehidupan kita, tetapi esensi dari persoalan ini sendiri sering kali tampak pada keseharian. Misalnya, meletakkan tas atau bawaan kita di tempat duduk pada fasilitas umum sehingga orang lain tidak kebagian tempat duduk atau duduk dalam ruang yang dipersempit; memarkir kendaraan dengan mengabaikan batas atau seenaknya sehingga orang lain tidak kebagian tempat parkir atau bahkan mengakibatkan kemacetan; menempatkan barang milik di tempat orang lain (parkir kendaraan di depan pintu rumah orang tanpa izin, menempatkan pot bunga atau kandang hewan peliharaan di tembok rumah orang, atau meja kerja yang berantakan sehingga banyak barang yang berjatuhan di meja kerja orang lain, dll). Lucunya, orang yang ‘menggeser batas tanah’ orang lain umumnya lebih galak dari yang (lebih) berhak.

Menggeser ‘batas tanah’ orang lain berarti memaksakan kehendak sambil mengacaukan ketertiban umum. Mungkin kita berpikir bahwa tindakan kita itu bukanlah masalah besar dan bisa dimaklumi namun TUHAN dengan jelas melarang kita melakukan hal itu. Larangan ini bukan sekadar soal ‘tanahnya’ tetapi soal kehidupan bersama yang harus dijaga dan ditata melalui yang namanya ketertiban. Menggeser ‘batas tanah’ orang lain juga bukanlah pembuktian bahwa kita lebih ‘berkuasa’ darinya, sebaliknya malah memperlihatkan betapa kita tidak mampu menertibkan diri sendiri dan telah berperan sebagai pengacau ketimbang sebagai penata kehidupan.

♪KJ.28 : 1,2

Doa : (Ya Tuhan, karuniakan kami hikmat untuk menertibkan diri di tengah pergaulan masyarakat)