Minggu XXIII Ses. Pentakosta
Renungan Pagi, 6 November 2021
♪GB.68 : 1,2 – Berdoa
Wahyu 3 : 14 – 18
…Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas!. (ay.15)
Kepada jemaat Laodikia Tuhan berfirman lebih baik mereka panas atau dingin. Allah menilai hidup mereka suam-suam kuku. Mereka merasa kaya dan tidak kekurangan apa-apa secara rohani. Padahal di mata Allah mereka miskin, buta, malang dan telanjang (ayat 17).
Setiap orang harus memiliki batasan jelas dan tegas dalam hidup. Mesti ada standar dan prinsip yang mendefinisikan apa dan siapa aku. Inilah yang dimaksud dengan ‘alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas’. Teguran ini bukan berbicara agar orang memilih kalau jadi jahat atau baik jangan tanggung-tanggung. Bukan, bukan itu. Sebagai orang percaya identitas kita dibangun di atas fondasi dan di dalam pilar-pilar relasi kita dengan Kristus. Sebab kita adalah anak-anak Allah, pengikut Kristus. Nilai-nilai standar dan prinsip-prinsip hidup kita sepatutnya mencerminkan identitas itu. Apa dan siapa kita di hadapan Allah, dari sanalah kita harus memulai membangun batasan batasan dalam hidup kita.
Dalam pekerjaan sehari-hari, dalam studi, karir, persahabatan, pernikahan, pacaran, berjemaat dan dalam relasi apapun, harus ada batasan yang tegas apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Apa yang harus dipedulikan dan yang diabaikan. Apa yang pantas untuk diperjuangkan dan apa yang tidak. Serta apa yang patut digenggam dan apa yang harus dilepaskan. Tanpa definisi atau batasan jelas kita hanya akan menjadi orang-orang yang suam-suam kuku, ikut arus saja, tak punya pendapat dan pendirian, sok yakin bahwa semua itu baik-baik saja. Kita tidak dituntut untuk menjadi sempurna, namun sudah selayaknya senantiasa menjaga pagar-pagar, meredefinisi atau bila perlu merevisi segala aspek langkah-langkah hidup kita, di situlah tepatnya penting adanya standar, prinsip, dan batasan.
♪GB.69 : 1,2
Doa : (Tuhan Yesus tolong aku untuk dapat hidup dalam batasan-batasan yang jelas dan tegas. Tidak suam-suam kuku)